Sabtu, 26 Maret 2011

Menjadi Bunda Yang Baik

Ini tentang Dua hari yang “menyenangkan”. Setelah terbiasa dengan hidup yang datar-datar saja, dan tak terlalu butuh energi, tiba-tiba bulan Maret ini semuanya berubah, menjadi super sibuk dan terasa berbeda. Berbeda, seperti sesuatu yang awalnya tak ada menjadi ada. Sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah untuk dijalani dan disyukuri, bukan untuk dikeluhkan.

Betapa banyak hal yang saya dapat pada 2 hari ini. Dan lagi-lagi saya harus lebih banyak bersyukur dengan apa yang telah saya punyai. Hari sabtu kemaren, saat acara student day saya mendapat kesempatan bertemu dengan seorang bunda yang luarbiasa. Sekilas dia terlihat biasa saja dan layaknya bunda yang lain. Sebelum saya melihat sesuatu luar biasa yang terjadi padanya, di mata saya beliau terlihat biasa-biasa saja.

Hari ini sekolah tempat saya berkarya libur secara akademis. Hari Sabtu dan Ahad, ada acara student day, ada bazaar, lomba anak-anak dan adapula pentas hiburan tentunya oleh anak-anak pula.
Siang itu, saat saya berada di ruangan saya, tiba-tiba ada seorang bunda yang masuk keruangan saya sedikit tergesa-gesa dan langsung tidur di karpet depan meja saya, sambil sedikit ngos-ngosan. Karena saya gak mengenalnya, saya gak ngerti apa yang harus saya lakukan. Saya hanya menuruti saja apa yang beliau katakan, yaitu minta ambilkan kipas angin. Saya gak ngerti apa yang sedang beliau rasakan saat itu, beliau terlihat seperti seorang yang sangat kecapekan dan susah bernafas.
Tak lama kemudian kipas angin sampai, dan beberapa guru lainnya datang. Saat itu keadaan sudah semakin tidak bisa dikendalikan. Ternyata si bunda tadi sedang kambuh penyakit asmanya. Keringat bercucuran, terlihat susah sekali bernafas, dan tangan serta kakinya mulai kaku dan tak bisa diluruskan. Bunda tersebut berusaha sekuat tenaga yang masih dia punya untuk tetap sadar dan memberi perintah kepada 2 orang guru lainnya untuk memijit kaki dan tangannya dan mempertahankan agar jangan sampai asma kali ini sampai terjadi kram kaki. Entah apa yag akan terjadi jika sampai kram.
Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama. Betapa sangat tersiksa bunda itu untuk sekedar bernafas. Setiap tarikan nafas pendek yang dia lakukan, wajahnya melukiskan kesakitan yang sangat sekali. Sekalipun kipas angin berputar dengan kecepatan terbesar, rasanya itu tidak berpengaruh padanya.
Akhirnya setelah sekian lama, dan si bunda sudah terlihat sangat lelah dan lemas, keadaan membaik dan beliau bilang sudah bisa merasakan adanya oksigen diruangan itu. jadi selama beberapa saat tadi, beliau tidak merasakan adanya udara diruangan ini.
“huuuuufff, alhamdulillah, rasanya seperti menghirup udara di pegunungan.” Katanya sambil tersenyum sangat lega.
Beliau tidak henti-hentinya tersenyum. Dan mulutnya tidak berhenti menyebut namaNYA.

Hari itu saya jadi ingat kisah saya sendiri. Sejak saya kecil saya tidak pernah jauh-jauh dari sakit, obat, dan dokter. Banyak makanan yang tak boleh saya makan. Banyak aktivitas yang tidak boleh saya lakukan. Saya harus gini, tak boleh makan ini, tak boleh begitu, harus begini. Dan jika saya nekat melanggar apa yang tak boleh dilanggar, maka saya pasti sakit entah memang begitu atau hanya karena saya tersugesti jika begini maka akan sakit. saya gak tahu. ketika saya sakit, bapak, ibuk, dan dokter saya hanya bertanya, “maem nopo mbak Nur?” dan saya tak pernah menjawab apa tanya mereka sebab memang saya lah yang salah. Saya hanya terdiam dan menunduk. Skalipun saya yang salah, mereka tak pernah marah, karena mereka tau, sakit saya sudah lebih menyakitkan dan tak perlu ditambah dimarahi. Semua itu berlangsung sejak saya berumur 4 tahun. Sejak saya berumur 4 tahun, saya sudah terbiasa minum obat kapsul besar-besar. Tak jarang saat orangtua saya gak tahu, saya bohong dengan mengatakan sudah minum obat, walau sebenarnya belum. Dulu, setiap 2 minggu sekali saya harus ke dokter. Semakin saya beranjak dewasa, alhamdulillah intensitas sakit saya berkurang. Yang tadinya 2 minggu sekali kambuh, lama-lama jadi 1 bulan sekali. dan sekarang semakin saya bertambah dewasa, sudah jarang sakit saya kambuh. Malah sudah tidak pernah sampai butuh bedrest seperti dulu. Cukup minum obat biasanya dan merasa membaik.
Keadaan saya yang seperti itu, membuat saya seringkali menjadi sosok yang temperamen saat saya sedang sakit. saya menjadi seorang yang sangat sensitif. Rasanya semua yang terjadi disekitar saya bisa membuat saya marah. Akhirnya saya seringkali mengurung diri di kamar atau berubah menjadi sosok yang sangat pendiam. Saya sering bertanya tanya, sampai kapan saya akan seperti ini? Sampai kapan saya harus sakit begini? Sampai kapan saya merepotkan banyak orang jika seringkali sakit begini?
Saat sakit saya kambuh, bapak dan ibuk saya selalu bilang, “rapopo, obate dimimik, sesok lak njuk mari” mereka seperti sangat tahu apa yang saya rasakan. Mereka seperti tahu jika saya sangat tidak ingin terus seperti ini. Mereka sangat tahu jika saya ini bukan type yang betah berdiam dirumah ditambah dengan keadaan tak berdaya. Sekalipun saya kadang tak bisa mengontrol emosi saya saat sakit, mereka tetap setia menanyakan keadaan saya dan menawarkan bantuan apapun.


Alhamdulillah, saat saya SMA saya tersesat dijalan yang benar. Di jalan yang mempertemukan saya dengan orang-orang yang membantu saya lebih mengenal dan dekat dengan Allah swt. Semakin saya mengenal Allah swt, saya semakin bisa berdamai dengan keadaan dan kondisi saya. Sifat sensi saya tentu masih ada tapi sudah lebih bisa dikendalikan. Inilah yang awalnya menjadi alasan saya (sebelum saya tahu, untuk meniatkan segala sesuatu hanya karena Allah swt.) mengikuti banyak kegiatan organisasi dan aktif didalamnya. Selagi saya diberi waktu sehat yang lebih lama, maka saya harus memanfaatkannya untuk hal yang menyenangkan buat saya dan tentu saja berguna bagi oranglain. Mungkin jika saya gak sakit, saya mungkin tak punya minat aktif berkegiatan, mungkin saya tak pernah tahu indahnya sunrise dari puncak gunung. Mungkin saya tak pernah punya banyak teman sebanyak teman saya saat ini. Setelah semuanya menjadi sebuah kisah masalalu, betapa saya baru menyadari, bahwa selalu ada hikmah dari setiap hal yang kita lalui di dunia ini. :) Sekalipun saya harus menunggu sekian tahun untuk bisa menjemput indahnya hikmah dariNya. Tidak ada sesuatu yang kebetulan terjadi. Semuanya telah tersusun dan terencana dengan rapi.

Nah, sekarang, setelah kata dokter saya dinyatakan sembuh, namun ada yang berubah dalam diri saya. Entah karena apa, saya belum bisa berdamai dengan debu. Alergi debu. Saya juga tidak bisa tidur dikasur dan bantal kapuk. Sampai saat ini saya benar-benar belum bisa berteman dengan debu. Debu membuat saya tidak bisa bernafas dan lemas. Begitu pula jika saya harus tidur di kasur dan bantal dari kapuk. Hal ini membuat saya hampir tidak pernah bersih-bersih dirumah. Saya akan melakukan apa saja yang lain selain bersih-bersih.

Bunda yang sakit itu membuktikan bahwa, menjadi bunda yang baik untuk anak dan keluarga tidak harus mempunyai semua-mua kesempurnaan. Hanya butuh kemauan dan niat yang lurus tentu saja. Semangatnya untuk segera pulih siang itu ternyata karena 1 jam lagi, beliau akan mengikuti lomba memasak bersama anaknya. Sekalipun saat itu kondisinya asih sangat lemah, bahkan untuk sekedar memegang sendokpun beliau belum begitu kuat, tapi semangat dan demi menepati janji kepada anaknya membuatnya dengan sekuat tenaga yang dia punya berusaha untuk segera pulih seperti semula. Dalam kondisi begitu, saat anak-anaknya tanya, “bunda kenapa, bun?” jawabannya dengan tersenyum dan semangat, “bunda gak papa kok. Bentar lagi juga sehat lagi. Kita tetep ikut lomba masak setelah ini.”

Ah, saya malu menyaksikan semua itu siang itu. saya yang selama ini banyak mendapat kemudahan dan bantuan dari orangtua dan semua orang terdekat saya, kadang masih juga ada hasrat ingin mengeluh dengan apa yang terjadi pada diri saya. Masih saja kadang terlintas tanya kenapa saya tak punya “sehat” seperti teman yang lain. Sedang bunda itu, betapapun dia punya keterbatasan dengan kesehatannya, dan bisa kapan saja kambuh, beliau tetap bisa menjadi bunda yang baik untuk keluarganya, terutama 2 anaknya.

Sebelum bertemu bunda ini, sering terlintas dalam benak saya, bagaimana jika nantinya saya telah menjadi seorang bunda? Apakah selamanya akan bergantung dengan oranglain? Ah, ya. Tentu tidak. Suatu hari nanti, jika Allah mengijinkan saya bertemu jodoh saya di dunia, insya Allah saya bisa menjadi seorang bunda yang baik untuk keluarga kecil saya. Bunda itu sudah membuktikan kehebatannya, saya suatu hari nanti juga akan membuktikannya. :D

Sabtu, 12 Februari 2011

CATATAN SEORANG PRIA

Tahukah kamu kenapa saya suka wanita yang berjilbab? jawabannya sederhana, karena mata saya susah diajak kompromi. Bisa dibayangkan bagaimana saya harus mengontrol mata saya ini, mulai dari keluar pintu rumah hingga kembali lagi masuk rumah. Dan, kamu tahu, di kampus tempat seharian saya berada disana, kea rah manapun saya memandang selalu membuat mata saya terbelalak. Hanya dua arah yang bisa membuat saya tenang, yaitu mendongak keatas langit atau menunduk ke tanah.

Melihat kedepan, ada perempuan berlenggok dengan seutas tank top. Menoleh ke kiri, pemandangan “Pinggul Terbuka”. Menghindar ke kana nada sajian “celana ketat plus You can see”. Balik ke belakang dihadang oleh dada yang menantang. Astaghfirullah, kemana lagi mata ini harus memandang?

Kalau berbicara tentang nafsu, jelas saya suka. Hal seperti diatas itu mah kurang merangsang. Tapi saying, saya tidak ingin hidup ini dibalut nafsu. Saya juga butuh hidup dengan pemandangan yang membuat saya tenang. Saya ingin melihat wanita bukan sebagai objek pemuas mata, tapi sebagai sosok yang anggun mempesona dan kalau dipandang bikin sejuk di mata. Bukan paras yang membuat mata panas, membuat iman lepas ditarik oleh pikiran ngeres, dan hatipun menjadi keras.

Andai saja wanita mengerti apa yang dipikirkan laki-laki ketika melihat mereka berpakaian seksi, saya yakin mereka tak mau tampil seperti itu lagi. Kecuali bagi mereka yang meamng berniat untuk menarik lelaki dengan asset berharga yang mereka punya.

Istilah seksi –kalau boleh saya definisikan- berdasarkan kata dasarnya adalah penuh daya tarik seks. Kalau ada wanita yang dikatakan seksi oleh para lelaki, janganlah berbangga hati dulu. Sebagai seorang manusia yang punya fitrah dihormati dan dihargai, semestinya anda malu. Karena penampilan seksi itu sudah membuat mata lelaki menelanjangi anda. Membayangkan anda sebagai objek syahwat dalam alam pikirannya. Berharap anda melakukan lebih seksi, lebih, dan lebih lagi. Dan, anda tahu, kesimpulan apa yang ada dalam benak sang lelaki? Kesimpulannya yaitu anda bisa diajak begini dan begitu alias “gampangan”.

Mau tidak mau, sengaja atau tidak, Anda sudah membuat diri anda tidak dihargai dan dihormati oleh penampilan anda sendiri yang anda sajikan pada mata lelaki. Jika sesuatu buruk terjadi pada diri anda, apa itu dengan kata-kata nyeleneh, pelecehan seksual atau mungkin sampai pada perkosaan, Siapa yang semestinya disalahkan? Saya yakin anda menjawab “lelaki” bukan? Betapa tersiksanya menjadi seorang lelaki di jaman sekarang ini.

Kalau boleh saya ibaratkan, tak ada pembeli kalau tidak ada yang jual. Simple saja, orang pasti akan beli kalau ada yang nawarin. Apalagi barang bagus itu gratis, pasti semua orang akan berebut menerima. Nah, apa bedanya dengan anda yang menawarkan penampilan seksi pada khalayak ramai? Saya yakin, siapa yang minat melihat pasti ingin mencicipinya.

Begitulah seharian tadi, saya harus menahan siksaan mata ini. Bukan hanya hari ini saja, tapi seperti itulah rata-rata setiap harinya. Saya ingin protes, tapi mau protes kemana? Apakah saya harus menikamatinya? Tapi saya sungguh takut dengan dzat yang member mata ini. Bagaimana nanti saya mempertanggungjawabkannya? Sungguh, suatu dilemma yang berkepanjangan dalam hidup saya.

Allah Ta’ala telah berfirman, “katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. ANNUR 30-31)

Jadi, tak salah bukan, kalau saya sering berdiam di ruangan kecil ini, duduk di depan computer, menyerap sekian juta electron yang terpancar dari monitor? Saya hanya ingin menahan pandangan mata ini. Biarlah mata saya ini rusak oleh radiasi monitor, daripada saya tidak bisa mempertanggungjawabkan nantinya. Jadi, tak salah juga bukan, kalau saya paling males diajak ke mall, jjs, kafe, dan semacam tempat yang selalu menyajiakn keseksian?

Saya yakin banyak laki-laki yang punya dilemma seperti saya ini. Mungkin ada yang menikmati, tetapi sebagian besar ada yang takut dan bingng harus berbuat apa. Bagi anda para wanita, apakah akan selalu dan semakin menyiksa kamu sampai tak mampu lagi memikirkan mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian terpaksa mengambil keputusan untuk menikmati pemandangan yang anda tayangkan?
So, berjilbablah! Karena itu sungguh nyaman, tenteram, anggun, cantik, mempesona, dan tentunya sejuk di mata.


(Engkau Lebih Cantik Dengan Jilbab, Burhan Shodiq)

Kamis, 10 Februari 2011

Kerisauan yang tak Beralasan


"Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.

Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu.

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.

Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.

Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.

Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirmu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu.

Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.

Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kukuhkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilahhati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dadakami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu... . ameen Ya Robb...


Seringnya bersama orang2 yang telah berumur untuk menikah membuat saya sedikit terusik dan ikut-ikutan ngebahas hal yang beginian. saya juga ingin menikah, tapi bukan dalam waktu dekat ini. Paling nggak 5/6 tahun lagi lah (Insya Allah), jadi menurut saya ngomongin nikahnya besok2 dulu deh, sekarang mau jadi anak baek dulu. Biar dapetnya ikhwan yang baek pula. Hahahah :D.
Kali ini, akhirnya ikut-ikutan sedikit risau dengan yang namanya nikah. >.<
Baru ngeh betapa do’a ini begitu penting, dan kalo gak berlebihan dibilang sangat penting. Setelah sebelumnya ngelihat realita yang terjadi, cerita yang didengar, dan hari2 saya dirumah akhir2 ini, saya jadi mikir betapa pentingnya do’a ini.

Jadi begini, kemaren dulu udah agak lama saya ndenger kisah tentang seorang akhwat sholihah yang akhirnya menikah dengan ikhwan yang (kata orang) biasa saja. mungkin kalo kata beberapa orang lainnya, ikhwan seperti ini adalah sosok laki-laki yang sholeh dan menjadi menantu impian. Sholeh, taat ibadah wajib, bekerja tetap, ramah, hormat sama orangtuanya. Kalo kata ibuk sama bapak saya, orang yang seperti ini sudah memenuhi kriteria seorang yang sholeh dan layak untuk menjadi pendamping hidup. Bahkan kata ibuk nih, “nek tekoteko ana PNS sing nglamar kowe ibuk karo bapak langsung entuk”. Hwaaaa >.<. Orang desa macam keluarga saya ini, PNS itu punya kedudukan yang lebih di hati. Ibuk dan bapak bisa ngerti saya, tapi tetep saja standar sholih menurut mereka adalah cukup seorang yang rajin sholat, rajin bekerja, punya pekerjaan, hormat sama orangtuanya, sayang keluarga. Seseorang yang begini ini cukup bagi mereka. Saya bukannya pengen seseorang yang muluk-muluk ato begemana, hanya saja yang selama ini saya tahu, sodara dan teman yang sesuai kriteria itu, segala ibadah dilakuin karena emang wajibnya begitu. Tapi, di lain sisi masih juga pegang sana pegang sini, gandeng sana gandeng sini. Gak bisa ngebayangin jika nantinya harus bersama dengan seseorang macam itu. >.< belum lagi koleksi foto dengan temen2 yang bukan mahramnya. Sumpah, yang begini bakal jadi tekanan batin.

Masalahnya adalah bagaimana selanjutnya nantinya jika akhirnya bener2 harus bersama orang yang “begitu itu”. padahal dalam benak saya ini, kehidupan pernikahan itu yang seperti hari2 Nabi Muhammad ataupun Ali. Sepertinya berlebihan jika memimpikan sosok seorang Ali, karena saya ini bukan fathimah. Ato memimpikan sosok Nabi Muhammad sedang saya ini sudah pasti bukan Aisyah atopun khodijah, bahkan mirip pun nggak. :p

Sepupu saya yang dikatakan sedikit bandel, lantas sodara yang lainnya bilang, “ah, yo memper, kacang ki ra ninggal lanjaran” anak ra beda adoh karo wongtuane. Begitu itu kata mereka, lantas hal yang sebenernya gak baek itu di anggap wajar. Lalu dibiarkan. Dan akhirnya tetap seperti itu. saya jadi membayangkan jika yang begitu itu terjadi pada saya suatu hari nanti. Saat saya punya sebuah keluarga, lantas suatu hari punya anak dan anak saya katakanlah sedikit bandel, lantas yang lainnya menganggap kebandelan anak ini wajar karena dulu salah seorang orangtuanya begitu.

Saya tidak ingin yang seperti itu terjadi pada diri saya suatu hari nanti. Saya inginnya suatu hari nanti keluarga kecil saya menjadi awal mula generasi yang lebih baik. Dengan anak-anak yang sholih dan sholihah.

Ah, jodoh itu ditangan Allah. Semuanya sudah diatur olehNYA. Dan Allah sudah pasti tak pernah salah. Sekarang, hanya harus berusaha menjadi lebih baik agar mendapat jodoh yang baik pula seperti janji Allah. :)